Oleh: Rozali Abdullah (Jambi Ekpres)
PERJUANGAN rakyat Jambi melalui Badan Kongres Rakyat Jambi (BKRD), untuk mewujudkan Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi, adalah suatu perjuangan yang sangat heroik, penuh pengorbanan dan tantangan, baik yang berasal dari luar, maupun dari dalam sendiri. Perjuangan rakyat Jambi untuk mewujudkan Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi, mirip dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaannya, bukanlah merupakan hadiah dari penjajah Jepang dan Belanda, tetapi adalah merupakan hasil perjuangan yang heroik dari bangsa Indonesia sendiri.
Demikian juga rakyat Jambi, terwujudnya Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi, bukanlah hadiah dari pihak manapun, tetapi merupakan hasil perjuangan yang heroik dan gigih dari rakyat Jambi, melalui BKRD, yang menuntut hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri, sebagaimana dijamin oleh Pasal 131 ayat 2 UUDS 1950 yang berbunyi: “daerah diberikan otonomi seluas-luasnya, untuk mengurus rumah tangganya sendiri”.
Sesudah bertahun-tahun berjuang mnenutut diwujudkannya Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi, melalui bermacam-macam cara, namun hasilnya belum memenuhi harapan rakyat Jambi. Pada puncaknya, lahirlah RESOLUSI BKRD 6 JANUARI l957, yang memuat deklarasi pembentukan Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi, yang antara lain berbunyi: “Menyatakan Daerah Keresidenan Jambi, menjadi Daerah Otonom Tingkat I , yang berhubungan langsung kepada Pemerintah Pusat”.
Resolusi BKRD 6 januari l957 yang memuat deklarasi pembentukan Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi, ternyata telah menimbulkan dampak psychologis yang sangat luas, terutama terhadap Pemerintah Pusat. Dengan adanya resolusi tersebut Pemerintah Pusat baru menyadari bahwa:
Perjuangan rakyat Jambi menuntut dibentuknya Derah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi, adalah perjuangan sungguh-sungguh, yang didukung oleh seluruh rakyat Jambi.
Hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah serndiri, adalah merupakan hak setiap daerah, yang dijamin oleh Pasal 131 ayat (2) UUDS l950, yang berbunyi:”Kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya, untuk mengurus rumah tangganya sendiri”.
Pergolakan yang terjadi di beberapa daerah, antara lain, tampilnya Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Garuda di Sumatera Selatan, Dewan Gajah di Sumatera Utara dan Permesta di Sulawesi, membuat Pemerintah Pusat merasa semakin mendapat tekanan untuk memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap berbagai permasalahan yang timbul di daerah-daerah.
Akhirnya Pemerintah Pusat mengambil keputusan menyetujui tuntutan rakyat Jambi, untuk membentuk Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi, secara legal formal, melalui UU Darurat No.l9 Tahun l957 tentang Pembentukan daerah-daerah swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau, yang kemudian ditetapkan menjadi undang-undang melalui UU No.61 Tahun l958. Dengan diundangkannya undang-undang tersebut diatas, maka secara de facto dan de yure, Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi resmi dibentuk.
Rakyat Jambi tidak menggunakan tanggal diundangkannya UU Darurat No.19 Tahun l957 sebagai hari jadi Provinsi Jambi, tetapi menggunakan tanggal dikeluarkannya Resolusi BKRD yang memuat deklarasi pemebentukan Daerah Tingkat I Provinsi Jambi, yaitu tanggal 6 Januari l957, untuk mengenang perjuangan heroik rakyat Jambi, melalui BKRD, yang penuh tantangan dan pengorbanan.
Deklarasi Pembentukan Provinsi Jambi, ditinjau dari aspek Hukum Tata Negara.
Perjuangan rakyat Jambi melalui BKRD untuk mewujudkan Provinsi Jambi sekarang ini, bukanlah suatu perjuangan yang mudah. Suatu perjuangan yang menghadapi banyak tantangan dan rintangan. Hambatan tidak saja berasal dari luar, tetapi juga berasal dari dalam daerah sendiri.
Pada mulanya rakyat Jambi terpecah menjadi 3 kelompok dalam menyikapi masalah masa depan Daerah Jambi. Ada yang menginginkan agar Daerah Jambi, tetap berada dalam lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah, ada pula yang menginginkan bergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan dan ada yang ingin membentuk Daerah Otonom Provinsi Jambi, dengan melepaskan diri dari Provinsi Sumatera Tengah. Pada mulanya faksi-faksi ini bersikukuh dengan pendirianya masing-masing, sehingga sulit sekali mencari titik temu. Berkat kegigihan dan kesabaran tokoh-tokoh pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat waktu itu, melalui beberapa kali musyawarah yang sangat alot, akhirnya berkat bimbingan dan ridho dari Tuhan Yang Maha Esa, rakyat Jambi sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi.
Hambatan dari luar terutama datang dari Pemerintah Pusat, yang waktu itu sangat sentralistik, dan pihak militer yang selalu mengutamakan pendekatan keamanan, tampa mempertimbangkan hak rakyat Jambi, sedangkan Provinsi Sumatera Tengah sendiri nampaknya belum ikhlas melepas Daerah Jambi, menjadi Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi, lepas dari Provinsi Sumatera Tengah.
Waktu itu ada yang menuduh bahwa perjuangan rakyat Jambi untuk melepaskan diri dari Provinsi Sumatera Tengah dan menjadikan dirinya provinsi sendiri, secara yuridis/administratif melanggar ketentuan yang ada, atau dengan kata lain perjuangan rakyat Jambi dapat dikatakan “ilegal”. Disamping itu ada pula yang menuduh bahwa perjuangan rakyat Jambi tersebut, merupakan gerakan “separatis”.
Kedua tuduhan tersebut adalah tidak benar dan tidak beralasan sama sekali, karena apabila dilihat dari sudut pandang Hukum Tata Negara, perjuangan rakyat Jambi tersebut, adalah merupakan suatau perjuangan untuk menuntut hak mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerahnya sendiri, sebagaimana dijamin oleh konstitusi, yaitu Pasal 131 UUDS 1950, yang berbunyi:
Ayat (1) : “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri, dengan bentuk , susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistim pemerintahan negara”.
Ayat (2): “Kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri”.
Ternyata Pasal 131 UUDS l950 tersebut diatas tidak mengatur sama sekali persyaratan, mekanisme dan tatacara pembentukan daerah otonom yang baru. Selanjutnya apabila kita lihat pula UU No.1 Tahun l957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, yang berlaku waktu itu, juga tidak mengatur tentang persyaratan, mekanisme dan tatacara pembentukan daerah otonom baru. Apabila kita perhatikan Pasal 131 ayat (1) UUDS l950 tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa UUDS l950 hanya menentukan bahwa pembentukan suatu daerah otonom baru, ditetapkan dengan suatu undang-undang. Dengan demikian tidak ada samasekali ketentuan peraturan perundang-undangan, baik dalam UUDS l950, maupun dalam UU No.1 Tahun l957, yang mengatur persyaratan , mekanisme dan tatacara pembentukan daerah otonom yang baru.
Praktek yang berlaku selama ini, dalam pembentukan daerah otonom yang baru, hanya ditetapkan dengan undang-undang atas usul Pemerintah. Usulan Pemerintah didasarkan pada pertimbangan perkembangan ketatanegaraan dan hasrat rakyat di daerah yang bersangkutan. Seperti kita ketahui, pemecahan Provinsi Sumatera menjadi 3 provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan, hanya dsitetapkan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Dengan tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang persyaratan, mekanisme dan tatacara pembentukan daerah otonom baru, maka apa yang diperjuangkan oleh rakyat Jambi, melalui BKRD untuk membentuk Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi, tidak dapat dikatakan “ilegal”, karena tidak ada aturan hukum yang dilangggar. Berkenaan Resolusi BKRD 6 Januari l957 yang memuat deklarasi pembentukan Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi Jmbi, adalah merupakan perwujudan dari hasrat rakyat Jambi, untuk memperoleh haknya, guna mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri, sebagaimana dijamin oleh Pasal 131 ayat (2) UUDS l950.
Deklarasi rakyat Jambi melalui Resolusi BKRD, berkenaan dengan pembentukan Daerah Otonom Tingkat I Provibnsi Jambi, prinsipnya sama dengan Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia, yang diucapkan pada tanggal 17 Agustus l945, mendapat dukungan dari sebagian besar negara-negara didunia, terkecuali negara penjajah seperti Belanda, karena bangsa-bangsa didunia menyadari bahwa: “kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa”.
Demikian pula deklarasi rakyat Jambi, berkenaan pembentukan Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi, akhirnya diterima dan disetujui oleh semua pihak, terutama Pemerintah Pusat sendiri, karena akhirnya mereka menyadari bahwa: “hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah sendiri, adalah merupakan hak setiap daerah”, yang dijamin oleh Pasal 131 ayat (2) UUDS l950.
Mengenai tuduhan “separatis” adalah suatu tuduhan yang tidak berdasar samasekali, karena yang dimaksud dengan separatis, adalah suatu gerakan untuk memisahkan diri dari negara induknya dan membentuk negara sendiri yang berdaulat keluar dan kedalam. Sedangkan perjuangan rakyat Jambi untuk membentuk Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi hanya bertujuan untuk melepaskan diri dari Provinsi Sumatera Tengah, namun tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonersia. Hal ini terlihat dengan nyata, dari beberapa pernyataan rakyat Jambi, baik melalui BKRD, maupun organisasi lainya, seperti Organisasi Pemuda dan Partai Politik, selalu menyatakan bahwa pembentukan Daerah Otonom Tingkat I Provinsi Jambi, tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sudah sepatutnya generasi muda Jambi, mengetahui dan menghayati sejarah perjuangan rakyat Jambi, dalam mewujudkan terbentuknya Provinsi Jambi yang sama-sama kita cintai. Perjuangan tokoh-tokoh pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat waktu itu, sangat heroik dan penuh pengorbanan. Untuk menghargai jasa-jasa mereka, kita harus bersama-sama membangun Jambi, sesuai dengan bidang dan kemampuan kita masing-masing, untuk mewujudkan JAMBI YANG MAJU DAN MANDIRI.