Sumber: Jambi Ekspress
Pada upacara bendera memperingati detik-detik proklamasi kemerdekaan di Istana Merdeka kemarin (17/8), pasukan pengamanan presiden (Paspampres) menyiapkan skenario pengamanan lebih ketat daripada biasanya. Skenario pengamanan yang disiapkan itu, antara lain, pengerahan EOD (Explosive Ordnance Disposal) Team. Tim ini dibentuk untuk menangani ancaman bom dan bahan berbahaya.
Selain itu, ada prosedur baru yang tak biasa diterapkan. Yakni, pemeriksaan ulang seluruh daftar tamu dan barang-barang pendukung upacara. Misalnya, pemeriksaan ketat terhadap mobil katering, makanan, karangan bunga, bahkan karpet.
Semua itu dilakukan untuk mengantisipasi serangan teroris kelompok Noordin M. Top. Seperti diberitakan, pada pengepungan markas teroris di kompleks perumahan Jatiasih, Bekasi, 8 Agustus lalu, terungkap adanya skenario kelompok Noordin untuk menyerang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Serangan tersebut direncanakan diarahkan ke kediaman SBY di Cikeas. Bahkan, menurut informasi yang dihimpun tim Densus 88, kelompok teroris itu sudah menyiapkan satu unit mobil boks, lengkap dengan "calon pengantin" (pelaku bom bunuh diri). "Calon pengantin" tersebut disebut-sebut adalah Ibrohim yang tewas dalam pengepungan di Temanggung, 8 Agustus itu.
Tak ingin kecolongan dalam mengamankan presiden, berdasar informasi itu, prosedur pengamanan pada upacara detik-detik proklamasi kemerdekaan kemarin pun dibuat lebih ketat daripada biasanya.
Syukurlah, hingga upacara penurunan bendera sore kemarin, tidak terjadi insiden sekecil apa pun.
Serangan teroris, terutama dari kelompok Noordin M. Top, memang patut diekstrawaspadai. Mereka bisa menyerang pada saat yang tak terduga-duga dan di tempat yang juga tak terduga-duga.
Ledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton pada 17 Juli lalu adalah contoh serangan yang waktunya tak terduga-duga (pada saat aparat keamanan masih siaga setelah seminggu pilpres) dan dilakukan di tempat yang tak terduga (Hotel JW Marriott pernah diledakkan pada Agustus 2003).
Jika selama ini pola serangan Noordin cs mengarah ke tempat-tempat yang menjadi simbol Amerika dan negara-negara sekutunya, bisa jadi, kelak beralih ke simbol-simbol negara kita. Tidak mustahil, mereka menyerang presiden.
Pola serangan teroris yang mengarah ke simbol negara itu, sebagaimana diungkapkan Walter Laqueur (penulis buku History of Zionism) di sebuah jurnal internasional, sering dilakukan para teroris pada abad ke-19.
Karena itu, cara paling efektif untuk menangkal serangan teroris tersebut adalah bertindak waspada dan lebih waspada. Jika boleh mengibaratkan, teroris itu seperti sel kanker di tubuh manusia. Sel kanker tersebut akan menggeliat, mengganas, dan menyerang organ-organ vital jika zat antibodi (kekebalan tubuh) melemah. Sebaliknya, jika zat antibodi menguat, sel kanker akan tiarap.
Kita tentu berharap, teroris tidak hanya tiarap di negeri ini, melainkan benar-benar bisa ditumpas hingga ke akar-akarnya. Dengan demikian, negara ini benar-benar merdeka dari ancaman dan serangan teroris.
Memang, saat ini, Noordin dan beberapa pengikutnya (Reno alias Tedy alias Mubarok dan Saefudin Jaelani) masih belum tertangkap. Boleh jadi, kita pun masih belum tenang. Karena itu, marilah kita beri dukungan penuh tim Densus 88 agar bisa melaksanakan tugasnya dengan maksimal. (*)